Tidak banyak yang mengetahui kisah Meurah Pupok. Kematiannya yang menjadi simbol tegaknya syariat Islam di Aceh ini, memang tidak tercatat dalam sejarah. Kisah ini hanya disampaikan dari mulut ke mulut tanpa rujukan jelas.
Kisah ini bermula saat Sultan Iskandar Muda didatangi perwira. Ia melaporkan bahwa istrinya telah ditiduri putra mahkota, Meurah Pupok. Perwira itu membunuh istrinya, lalu bunuh diri di depan Sultan Iskandar Muda.
Atas peristiwa ini, Sultan Iskandar Muda berjanji akan menegakkan hukum dengan adil. Dia akan menghukum putranya sendiri sesuai konstitusi Kerajaan Aceh Darussalam, Qanun Meukuta Alam, yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadits.
Berdasar konstitusi tersebut, seseorang yang berzina dan memperkosa akan disidang oleh ayah atau suami si perempuan. Ia akan diarak keliling lapangan, lalu setiap orang yang mengelilinginya membawa gadubong (senjata tajam besar). Selanjutnya, pelaku akan dipotong-potong dan dikubur seperti bangkai kerbau.
Meurah Pupok tetap dipenggal walau tanpa ketentuan hukum masyarakat yang berlaku. Inilah alasan Sultan Iskandar Muda tetap memenggal putranya: mate aneuk nak jirat, mate adat ho tamita (mati anak ada makamnya, tapi jika hukum yang mati hendak kemana akan dicari).
Para pejabat negara sebaiknya mengambil pelajaran dari Sultan Iskandar Muda. Walaupun keluarganya yang melakukan kesalahan, ia tetap mematuhi hukuman yang telah berlaku di masyarakat.
0 Comments